Rabu, 24 Oktober 2012

Kata-Kata Indah Dari Seorang Pengayuh Becak



Menarik, itulah tanggapan saya saat pertama kali melihat cover buku sastra ini. Bukan art-cover nya yang bikin mata saya berwarna, art-cover nya sih oke, cuma judul buku itulah yang sangat menarik. Yakni “99 Antologi Puisi PleidoiBecakan” karya Madi Omdewo. Otomatis saya comot aja buku itu dari rak buku koleksi kawan saya. Maklum, kami suka tukeran buku sama temen, tapi kawan saya bukunya lebih ngeri banyaknya, gimana nggak, dia kerja di penerbitan sih :D, nih buka aja dan mampir Puisi Seorang Tukang Becak
Kembali ke buku.Yang lebih membuat saya terpana adalah ketika membaca profil pengarangnya, kebiasaan lama, kalau baca buku mesti pengen tahu riwayat pengarangnya dulu. Bahwa om Madi Omdewo ini merupakan paruh baya asli Surabaya yang semenjak kecil hidup dalam kekangan batas ekonomi. Ibunya,  emak Sutiyah merupakan bakul srawut-tiwul dan singkong rebus, sedangkan sang ayah dulunya adalah tukang kayu & batu. Nah, si Madi remaja ini rupanya punya ketertarikan khusus terhadap sastra puisi, bahkan dia dulunya sering dimintai tolong kawannya untuk membuatkan puisi untuk kekasihnya.Yang paling menarik, entah sang penulis hanya berendah diri atau maksud lain saat ini sang penulis, yakni om Madi berprofresi sebagai tukang becak alias ngetrek kalau bahasa jawanya. Dia merasa kebutuhan menulis puisi pleidoi adalah rasa “lapar” baginya dan wajib dilakukan seusai “mbecak”.Oke, mari kita jelajahi puisi demi puisi dari om Madi ini. 99 puisi yang tersaji memang bisa kita sebut sebagai puisi historis urban atau metropolis yang kental. Sebagai pengayuh becak tentu belia akrab dengan pelosok tertentu jalan aspal maupun kerikil di sudut kota. Seluruh fenomena dan detail haru-biru di berbagai sudut kota Surabaya di kucurkan melalui sebaris kata kiasan yang bermakna.Ada “Kala Rupiah Estafet di IRBA” yang berisikan fenomena pedagang ikan hias dan kelinci di sepanjang deretan jalan Irian Barat tepi sungai Brantas. Digambarkan melalui kata indah sang penulis, bahwa Irba telah bertanformasi menjadi surga bagi pedagang maupun penggemar ikan hias Surabaya. Digambarkan betapa pasar ikan disitu menjadi ladang bisnis yang sukses dan menggiurkanLalu “Surat Yth Kepala Dinas” yang merupakan apresiasi sang penulis entah kepada walikota entah kepada siapa, yang jelas disitu terasa sekali apresiasi om Madi terhadap keindahan area tengah kota Surabaya yang elegan, penuh mobilitas dan selalu tak pernah sepi. Tanpa banyak bermetafora namun lumayan meresap dengan bahasa yang natural dan tak terlalu hiperbola.Atau “Badai Bulan Desember” yang merepresentasikan makna lagu milik kelompok musik cadas asal Surabaya, yakni AKA. Dimana nilai kehidupan yang dramatis dan menyilaukan terangkum lembut dalam rangkaian kalimat sang penulis. Dan masih banyak lagi judul-judul puisi yang isinya patut kita resapi. Bahkan saya masih terpana bagaimana seorang penarik becak bisa merangkai untaian kata dengan indah seperti ini, great!!!!!!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar